Harga CPO

Harga CPO Dunia Rebound, Optimisme Pasar Mulai Menguat di Akhir Oktober

Harga CPO Dunia Rebound, Optimisme Pasar Mulai Menguat di Akhir Oktober
Harga CPO Dunia Rebound, Optimisme Pasar Mulai Menguat di Akhir Oktober

JAKARTA - Harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) akhirnya mencatat kenaikan setelah tertekan selama empat hari perdagangan berturut-turut.

Pergerakan positif ini menjadi sinyal awal potensi pembalikan arah di pasar minyak nabati global, seiring pengaruh dari penguatan harga minyak kedelai dan pelemahan nilai tukar ringgit Malaysia.

Pada perdagangan Kamis, 30 Oktober 2025, harga CPO untuk kontrak pengiriman Januari di Bursa Malaysia Derivatives Exchange ditutup di level MYR 4.260 per ton, naik 0,19% dibandingkan sesi sebelumnya. Meski kenaikan ini terbilang tipis, pergerakan tersebut menjadi titik balik setelah harga anjlok hampir 4,87% dalam empat hari terakhir.

Selama periode penurunan tersebut, pelaku pasar menilai pelemahan CPO disebabkan oleh tekanan harga minyak nabati global dan sentimen makroekonomi yang melemahkan permintaan. Namun, dorongan harga dari minyak kedelai yang naik dan kabar fundamental dari Indonesia kini memberikan harapan bagi pemulihan harga CPO ke depan.

Pengaruh Harga Minyak Nabati Dunia dan Faktor Pengganti

Kenaikan harga CPO kali ini tak lepas dari pergerakan positif komoditas sejenis di pasar internasional. Data dari Bursa Dalian, China, menunjukkan bahwa harga minyak kedelai pada perdagangan Kamis, 30 Oktober 2025 meningkat 0,91%.

Kedua komoditas ini memiliki karakter saling menggantikan di pasar global. Ketika harga minyak kedelai menguat, konsumen industri cenderung beralih ke minyak sawit karena harganya relatif lebih murah. Hal inilah yang kemudian mendongkrak permintaan terhadap CPO dan menahan tekanan harga lebih dalam.

Dari sisi fundamental, Gabungan Industri Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) melaporkan bahwa stok minyak sawit nasional per akhir Agustus turun menjadi 2,54 juta ton, lebih rendah dibandingkan posisi Juli sebesar 2,57 juta ton. Penurunan stok ini memberi sinyal positif bahwa pasokan di pasar mulai berkurang, yang berpotensi menopang harga.

Selain itu, produksi CPO nasional juga menurun tipis dari 5,61 juta ton pada Juli menjadi 5,54 juta ton pada Agustus, sementara konsumsi domestik meningkat dari 2,03 juta ton menjadi 2,1 juta ton. Kombinasi antara produksi yang lebih rendah dan permintaan yang lebih tinggi memberi dukungan tambahan pada kenaikan harga CPO di pasar internasional.

Pelemahan Ringgit Jadi Katalis Tambahan untuk Penguatan Harga

Selain faktor pasokan dan permintaan, nilai tukar ringgit Malaysia juga menjadi salah satu penentu penting pergerakan harga CPO. Pada perdagangan Kamis, ringgit terdepresiasi 0,24% terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Karena CPO diperdagangkan dalam denominasi ringgit, melemahnya mata uang Malaysia membuat kontrak CPO menjadi lebih murah bagi investor asing yang menggunakan dolar atau mata uang lainnya. Kondisi ini mendorong minat beli dan meningkatkan volume transaksi di Bursa Malaysia.

Secara historis, hubungan terbalik antara ringgit dan harga CPO sudah sering terlihat. Ketika ringgit menguat, harga CPO cenderung tertekan karena menjadi lebih mahal bagi pembeli luar negeri. Sebaliknya, pelemahan ringgit seperti saat ini seringkali menjadi katalis jangka pendek yang mendorong kenaikan harga di pasar berjangka.

Analis pasar menilai, faktor nilai tukar yang bersamaan dengan tren penurunan stok minyak sawit Indonesia dapat memberi ruang kenaikan harga dalam waktu dekat. Namun, mereka juga menekankan bahwa volatilitas pasar global dan kebijakan ekspor dapat tetap menjadi penentu utama arah pergerakan berikutnya.

Proyeksi Teknis Menunjukkan Peluang Penguatan Jangka Pendek

Secara teknikal, tren harian menunjukkan bahwa CPO masih berada dalam zona bearish, tetapi mulai menunjukkan tanda-tanda potensi rebound. Berdasarkan indikator Relative Strength Index (RSI), posisi indeks berada di level 39, di bawah angka 50 yang menandakan tekanan jual masih dominan.

Namun, indikator lain seperti Stochastic RSI sudah menyentuh angka 12, yang mengindikasikan kondisi oversold atau jenuh jual. Artinya, tekanan jual kemungkinan mulai mereda dan membuka peluang koreksi naik dalam jangka pendek.

Untuk perdagangan Jumat, 31 Oktober 2025, para analis memproyeksikan harga CPO akan menguji pivot point di MYR 4.266 per ton. Jika harga berhasil menembus resisten di MYR 4.350 per ton—yang merupakan level Moving Average (MA) 5—maka penguatan berpotensi berlanjut menuju MA-10 di MYR 4.417 per ton.

Sebaliknya, bila harga kembali terkoreksi, MYR 4.244 per ton diperkirakan menjadi support terdekat, sementara area MYR 4.235–4.202 per ton menjadi zona support lanjutan. Support terendah dalam skenario koreksi lebih dalam berada di MYR 4.132 per ton.

Meski tekanan jangka menengah masih membayangi, indikator teknikal memberi sinyal bahwa momentum pembalikan harga mulai terbentuk. Jika dukungan fundamental dan teknikal berjalan seiring, harga CPO berpotensi keluar dari tren bearish dalam waktu dekat.

Optimisme Hati-Hati di Tengah Dinamika Pasar Global

Pelaku pasar kini menunggu konfirmasi arah harga lebih lanjut seiring beragam faktor yang mempengaruhi komoditas global. Kabar positif dari pasar minyak nabati, pelemahan ringgit, serta penurunan stok sawit Indonesia menjadi kombinasi yang mendorong optimisme investor.

Namun, para analis juga mengingatkan bahwa volatilitas harga komoditas masih tinggi. Perubahan permintaan dari negara importir utama seperti India dan China, serta kebijakan ekspor Indonesia dan Malaysia, akan terus menentukan stabilitas harga CPO dalam beberapa pekan ke depan.

Kendati demikian, rebound tipis yang terjadi di akhir Oktober 2025 memberi sinyal awal bahwa tekanan jual mulai berkurang. Jika momentum positif ini berlanjut, maka pasar CPO berpotensi bergerak ke arah yang lebih stabil pada awal November.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index